VISAO MISAO OBJECTIVO HAKSESUK BOLA FH KKN HOME FH LPV ARTIGOS FH MUZIKA LIA MENON FH RESPONDE

20160711

Vale Historian Antonio Vicente Marques Soares

Vale Historian 
Antonio Vicente Marques Soares

Antonio Vicente Marques Soares
Timor has lost one of its great historians Antonio Vicente Marques Soares. Born on 24 June 1947 in Lacluta, Senhor Soares passed away in Dili on 5 June 2016. He was buried in Viqueque.

Timor  telah kehilangan salah satu sejarahwannya yang besar Antonio Vicente Marques Soares. Beliau dilahirkan pada tanggal 24 Juni 1947 di Lacluta, meninggal dunia di Dili pada 5 Juni 2016, dan dikebumikan di Viqueque.

Antonio Vicente Marques Soares, Ossu, November 2010.

The memorials below are written separately in English/Indonesian and Indonesian/Tetum Terik by two academics from the University of Melbourne (Dr Lisa Palmer and Dr Balthasar Kehi) in homage to Senhor Soares’ exceptional contribution to knowledge of the history and cultural of island Timor.

Author of Pulau Timor:Sebuah Sumbangan Untuk Sejarahnya (Baucau: Edicao Tipografia Diocesana Baucau, 2003), Senhor Soares began his work as a historian of Timor in the 1970s working with the Portuguese anthropologist Luis Filipe R Thomaz. What made his historical work so unique was that his detailed understanding of historical sources was combined with an equally detailed understanding and appreciation of local oral histories, particularly those emanating from his home district of Viqueque. A respected lia nain from Uma Tolu in Lacluta, in the mid 1980s he served as the Sub-District Administrator of Lacluta before going on to become a member of Viqueque District Parliament. In the independence era, he taught history and culture at the Diocese of Baucau which is where I first met him in March 2006. In the subsequent decade, as I researched people’s connections to water and each other across the east, Senhor Soares was a unparalleled and constant source of historical and cultural knowledge and advice. For this, I am deeply grateful and indebted. In December 2006 Senor Antonio visited us at the University of Melbourne as a part of an East Timorese delegation contributing to a UNESCO/East Timor Museum-to-Museum Partnership Programme.  There he delivered an inspired presentation on the deep significance of Tetum marriage rituals and practices. It was his dream that his knowledge in this area might one day form the basis of a touring theatre performance, educating people about and keeping alive these profoundly significant practices.

Video footage of him recorded in Baucau in 2010 reading and translating into Tetum oral histories from dos Santos 1967 book Kanoik: Mitos e Lendas de Timor can be viewed in the Timorese Water Cultures Archive at www.kulturatimorhobee.com 

 Lisa Palmer, School of Geography, University of Melbourne

Berpulangnya Sejarahwan Antonio Vicente Marques Soares

Sebagai penulis buku Pulau Timor: Sebuah Sumbangan Untuk Sejarahnya (Baucau: Edicao Tipografia Diocesana Baucau, 2003), Bapak Soares memulai karyanya sebagai seorang sejarahwan Timor dalam tahun 1970s bersama Budayawan Portugis beranma Luis Filipe R Thomaz. Apa yang membuat karya sejarahnya begitu khas adalah pemahamannya yang terperinci tentang sumber –sumber sejarah lisan setempat khususnya  dari wilayah Kabupaten Viqueque tempat dia berasal. Disamping peranannya sebagai  ketua adat (lia nain) dari Uma Tolu di Lacluta, dalam pertengahan tahun 1980an dia melayani masyarakat sebagai  Kepala Kecamatan Lacluta sebelum menjadi Anggota DPR Kabupaten Tingkat II Viqueque.  Dalam masa kemerdekaan Timor Timur, dia mengajar sejarah dan kebudayaan di Keuskupan  Baucau. Disanalah saya pertama kali bertatap muka dengan beliau  dalam tahun 2006. Sejak itu hampir satu dasawarsa lamanya saya membuat penelitian tentang hubungan manusia dengan air di bagian timur dari Timor Leste. Dan Bapak Soares merupakan nara sumber yang khas dan berkelanjutan menyangkut sumber pengetahuan dan saran-saran  sejarah dan budaya  praktis. 

Video footage tentang beliau lagi membaca dalam bahasa Portugis dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Tetun sejarah-sejarah lisan yang direkam dalam buku Do Santo 1967 berjujul Kanoik: Mitos e Lendas de Timor bisa  anda lihat dalam the Timorese Water Cultures Archive at www.kulturatimorhobee.com

Lisa Palmer, School of Geography, University of Melbourne

Antonio Vicente Marques Soares: Husar Rohan Talin Rohan Rai Uma Tolu, Husar Rohan Binan Rohan Rai Uma Tolu

Saya terkenang akan Antonio Vicente Marques Soares bukan terutama karena bukunya tentang Pulau Timor: Sebuah Sumbangan Untuk Sejarah, tetapi pertemuan saya  dengannya di Melbourne dan cerahmah budaya yang diberikannya di Universitas Melbourne sembilan tahun lalu. Praktek-praktek budaya tradisional yang diceriterakannya dalam ceramah itu menggugah hati saya, membikin saya merasa dekat dengannya dan membikin saya rindu akan praktek-praktek budayaTetunTerik (Tetun halus dan puitis)  di masa kecil dan masa mudaku di  Timor Indonesia dan Timor Portuguese sepanjang wilayah perbatasan yang berbahasaTetunTerik terutama wilayah Koba Lima (bukannya Cova Lima sekarang atau Cova Lima Portugis) khususnya tiga kerajaan yang disebut Uma Tolu. Lebih menarik dari bukunya yang membuat Antonio Vicente M Soares seorang  sejarahwan tulis adalah peranannya sebagai seorang tokoh sejarahwan lisan yang dalam Bahasa TetunTerik disebut lia nain (lia nain juga menyagkut hubungan sakral dengan Tuhan sebagai Nai Lulik Waik---Roh Yang Terkudus, dengan alam semesta dan dengan arwah-arwah dan generasi masa depan, bein oan sia). Tetapi yang paling menarik adalah bahwa Antoni sendiri adalah seorang lia nain dari Uma Tolu (tiga rumah adat atau tiga kerajaan) di Lakluta, We Keke. Uma Tolu adalah inti dari koalisi kerajaan Koba Lima atau Uma Lima. Uma Tolu terdiri dari kerajaan Fatumea, Dakolo dan Lookeu yang wilayah kerajaannya termasuk  Kowa (di Balibo). Ketika kedua bersaudara Berek Mamea dan Mauk Mamea dari kerajaan Sisi dan Mau Demu (keduanya di Timor Belanda waktu Timor dipotong jadi dua di perutnya oleh Belanda dan Portugis) menikah dengan dua orang puteri dari Uma Tolu terbentuklah koalisi lima kerajaan yang disebut Koba Lima atau Uma Lima yang wilayah kekuasaannya sebagian di Timor Portugis dan sebagian di Timor Belanda. Setelah pasukan Uma Tolu membunuh 24 orang tentara  Portugis (termasuk delapan orang perwira dan komandannya kapten Castro) dan memenggal kepala mereka, Portugis melancarkan perang besar-besaran dengan senjata berat ditambah dengan orang Afrika, India (Goa) dan orang  Timor yang mendukung Portugis, akhirnya Kerajaan Uma Tolu dihancurkan dalam tiga hari dalam tahun 1895. Jatuhyna kerajaan Uma Tolu itu dikenal dengan nama “Rai Uma Tolu tohar” sebagai satu  tonggak sejarah menyedihkan bagi orang-orang Uma Lima khususnya Uma Tolu. Dan orang-orang dari ketiga kerajaan itu  melarikan diri kemana-mana dan menjadi tersebar di bergai tempat   di Timor Portugis dan Timor Belanda. Di tempat yang baru mereka mendirikan suku dan uma lulik (rumah adat) mereka dan memberi nama Uma Tolu, atau Lookeu, atau Fatumea atau Dakolo. 

Raja Lookeu yang berkuasa waktu perang melawan Portugis itu  adalah Moruk Kehi yang mempunyai dua istri yaitu  Ratu Sawak Funan yang memerintah Kowa dan Ratu Rouk Bisik dari Fatumea. Waktu Kapten Castro melarikan diri ke Timor Belanda dia ditangkap oleh orang Lookeu (dan Sisi Mau Demu)  di disana dan dibunuh dan kepalanya di simpan diatas  pohon bringin di Kowa. Ada satu lembah terjal di Fatumea di sebut Ema Ran yang berarti darah manusia karena dalam perang itu orang-orang dibunuh dan dibuang ke dalam lembah itu. Korban dari pihak Uma Tolu pasti jauh lebih banyak dari pada pihak Portugis dan pendukung mereka.

Besar kemungkinan bahwa suku dan uma adat Uma Tolu  dari almahrum Antonio Vicente Marques Soares berasal dari suku dan uma adat Uma Tolu yang asli. Orang-orang yang melarikan diri ke Lakluta di We Keke sebagai akibat dari jatuhnya kerajaan Uma Tolu (rai Uma Tolu tohar) 1895 mengelompok diri disana dan tetap mengidentifikasikan  diri mereka dengan asal usul mereka Uma Tolu yang telah dihancurkan,  dan mereka memberi nama rumah adat mereka Uma Tolu. 

Sebagai jiwa atau atma (klamar) Antonio seperti setiap manusia  melampaui ruang dan waktu, tidak dilahirkan dan tidak mati,  abadi.  Ini adalah asal usul ilahi manusia. Tapi keinginan-keinginan yang palsu (akan uang, kekuasaan, status sosial) membuat manusia melupakan  asal usul ilahinya dan mendewakan yang fana, mendewakan materi termasuk tubuhnya). Sebagai tubuh yang fana Antonio berada dalam ruang dan waktu selama 69 tahun, dan telah bermain dengan baik peranannya dalam panggung dunia yang fana ini. Meskipun banyak godaan, dia tidak melupakan asal usul ilahinya. Permainannya yang baik itu mempunyai pahalanya sendiri. 

Dibawah  ini adalah ai knoik (pepatah) Tetun Terik (Tetun halus dan puitis)  sebagai pedoman dalam hidup bersama dalam panggung dunia ini untuk mengingatkan dan barangkali memperbaharui  husar rohan  talin rohan Uma Tolu, husar rohann binan rohan rai Uma Tolu (tali ikatan hubungan persaudaraan  dan budaya-sosia, budaya-ekologis dan budaya-rohani Uma Tolu):

Tama mutuk laluan                           Masuk bersama di kandang
Keta sui malu.                                       Janganlah saling bertandung
Keta sedok sai malu                         Janganlah saling menendang keluar
Sui sai malu.                                           Janganlah saling menanduk keluar

Inan aman nafini                                 Ibu dan ayah menanam
Hare Bauk Morin                                 padi Bauk Morin (padi asli  Timor yang terwangi)
Sumi tama ba loka                             Ketika masuk ke rumah gedung padi
Morin sai saka                                      setiap orang disalami dengan kewangian.

Ibun dikin fo ami                                  Lain di bibir
neon la fo                                                 lain di hati
neon noi nahako                                 Manis di bibir
noi tau tahan                                         pahit di hati

Hali lulik Uma Tolu                             Bringin kudus Uma Tolu
Hali leon diak                                        Bringin bernaungan teduh                            
Leon balu too tasi                              separuh naungannya sampai ke laut    
balu too foho                                      separuhnya  sampai ke gunung

Lao kela haun rai                                Waktu meninggalkan negeriku
Sa ida la kodi                                          saya tidak membawa apa-apa
Haukan ai knoik                                                     kecuali dua perahu berisikan
Ro rua mak nodi                                   pantun, pepatah dan puisi

(NB: berapa pepatah di atas mempunyai arti rohani, ekologis dan susila yang dalam dan halus. Tidak ada tempat untuk saya menjelaskannya disini. Alasan saya menulis ini dalam bahasa Indonesia agar bisa dimengerti juga oleh orang-orang Tetun Terik yang tidak mengerti kata-kata Portugis terutama mereka yang berada di Timor Indonesia. Husar rohan, binan rohan rai Uma Tolu artinya ikatan tali persaudaraan).

Balthasar Kehi (Lookeu, Uma Tolu) didamparkan arus Takdir ke Melbourne.

Sem comentários:

Enviar um comentário

Nota: só um membro deste blogue pode publicar um comentário.